Menyajikan Informasi Istimewa dan Penting

Memuat...

Selasa, 11 April 2017

Narasi Global Umat - (Habis)

Peluang Muslim Indonesia

BELANTARA- Fenomena arab spring begitu menguras energi umat Islam di kawasan tersebut. Apalagi bagi aktivitis muslim di negara-negara yang sedang dicengkeram oleh militer ataupun pemerintah diktator seperti Mesir, Libya, Suriah. 

Prioritas aktivis muslim di sana adalah bagaimana bisa bertahan di depan tirani mengerikan pemerintahnya. Maka secara entitas, mereka tidak mempunyai waktu untuk berfikir dengan tenang tentang problem kemanusiaan dan memikirkan narasi alternatif untuknya apalagi menawarkan global system.

Begitupun aktivis muslim di Eropa, yang sedang sibuk menunjukan jati diri dan eksistensi mereka di depan masyarakat lokal Eropa, di tengan ancaman rasisme, dan intimadasi sosial dan psikologis pasca beberapa pemboman di Eropa. Selain itu, secara kuantitas dan kualitas pemahaman Islam, generasi muda muslim Eropa tidak cukup mumpuni untuk menjadi guru-guru Islam bagi negara-negara Eropa. Bahkan bahasa Arab yang menjadi bahasa asli kakek nenek para imigran Arab pun kian terkikis di lidah mereka.

Mungkin hanya aktivis muslim di Turki yang mempunyai kesempatan untuk berfikir di luar problematika dalam negeri. Untuk memulai memikirkan narasi besar untuk kemanusiaan. Dan mereka mempunyai kapasitas juga aset untuk mendukung narasi besarnnya. Proyek besar ‘<em>The New Ottoman</em>’ yang dipromosikan Erdogan menjadi ruh baru negara Turki. Narasi Erdogan terkesan nasionalis bagi rakyat Turki, namun para peneliti yang jeli akan sampai pada kesimpulan ini: membangkitkan nasionalisme Ottoman (Ustmaniyyah) sama saja dengan membawa Islam kembali ke pusaran kekuatan global. Karena sejarah Ustmaniyyah adalah sejarah Islam, bukan sejarah leluhur bangsa Turki, Jengiz Khan yang hidup di stepa Asia Tengah dengan kebengisan.

Namun beberapa waktu terakhir, bom beledak terturut-turut di kota-kota Turki. Stabilitas mereka sedang digoncang dan mereka mempunyai PR baru untuk membangun soliditas rakyatnya lagi. Tantangan terbaru mereka adalah lawan-lawan Eropa yang mulai mengkonsolidasi diri menghalau ekspansi pengaruh Turki di tanah mereka.

Menanti Turki sebagai satu-satunya pelopor dan pemimpin umat bukanlah langkah strategis, walaupun harapan harus terus ditanam dihati umat. Maka saya berfikir, umat Islam haruslah mempunyai tawaran narasi alternatif diluar proyek ‘New Ottoman’ yang sedang mereka perjuangkan.

Dalam konstelasi itu, saya berkeyakinan bahwa pemuda Indonesia-lah yang sedang diberikan Allah kesempatan keleluasaan waktu dan keterangan pikiran untuk merumuskan narasi baru kemanusiaan. Pergerakan Islam di Indonesia tidak di bredel, tidak dimusuhi tentara, memikmati iklim demokrasi yang baik, dan kita mempunyai sumber daya melimpah secara kuantitas dan kualitas.

Dalam beberapa tahun lagi, Indonesia akan menghadapi apa yang disebut dengan bonus demografi. Yang artinya meledaknya jumlah anak muda dalam usia potensi kerja. Hal ini pada gilirannya menjadi aset mahal untuk diakomodir oleh gerakan Islam untuk dijadikan tim perealiasasi narasi-narasi besar.

Potensi kuantias tersebut yang tidak dimiliki seluruh pemuda muslim di Eropa dijadikan satu, potensi keluangan waktu dan ketenganan pikiran yang tidak dimiliki pemuda muslim di Timur Tengah ataupun Turki.

Maka trend dunia perlu kita kuasai benar. Agar kita bisa memformulasi narasi yang memang sejalan dengan nafas zaman. Saya melihat bahwa hari prioritas lapisan pemikir strategis gerakan Islam sangat perlu fokus pada kekuatan ekonomi yang lihai bermain dalam global economic order, lalu pendidikan yang produkif, produksi masal budaya populer juga invesasi panjang di dunia militer yang semuanya dirangkum dalam narasi yang utuh. Karena merekalah aktor utama global governance hari ini.

Pada akhirnya pembaharuan dan narasi global umat haruslah lahir dari kapasitas generasi pemimpin dan pemikir dengan pengetahuan yang kokoh dan pengalaman lapangan yang matang. Dan semua itu tetaplah haruslah bermula dari 4 syarat.

Pertama, cara belajar dan <em>mindset</em> baru atas realitas dunia.

Kedua, <em>tools</em> dan sumber pembelajaran baru atas perkembangan teknologi informasi yang dahsyat.

Ketiga, pemahaman yang memadai akan nilai Qur’ani, filsafat sejarah, metodologi berfikir, ekonomi makro, geopolitik dan strategi intelijen.

Keempat, tim solid yang fokus dan sabar merumuskan narasi global umat dalam jangka waktu tertentu tanpa tepuk sorak penggemar serta sorot media yang hingar bingar, tapi dalam sunyi yang panjang. Tim ini bukanlah priviledge aktivis gerakan Islam, tapi panggung terbuka bagi semua muslim yang berobsesi besar untuk investasi pemikiran yang menjadi platform umat dan mungkin bertahan satu abad kedepan.

Pada prakteknya, tim ini memerlukan diskusi intens yang real secara massif di berbagai tempat dalam berbagai level. Sehingga hasil-hasil diskusi itu bisa membangun bangunan narasi yang konstruktif secara bertahap.

Dalam tulisan-tulisan berikutnya, kita akan kaji bersama, keempat hal diatas secara sistematis. Sebelas tulisan di serial ‘Narasi Global Umat’ hanyalah pengantar untuk kajian inti kita, sehingga setiap pembaca bisa mempunyai ritme berfikir yang sama untuk mulai bekerja. Yaitu bekerja merumuskan ‘Narasi Global Umat’. Kerja besar ini memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit, tapi dari sanalah kematangan narasi tercipta, tidak ada jalan pintas. (sumber: elvandi.com/Habis)


Share:

Senin, 10 April 2017

Narasi Global Umat – Part 10

Dunia Digital dan Visual

BELANTARA– Penurunan besar-besaran oplah koran cetak mulai dari Washington Post hingga Kompas adalah diantara perubahan trend dunia dari budaya cetak menjadi digital. Dan meledaknya industri perfileman dan video blog adalah penanda zaman visual yang akan menggantikan era literal. Inilah dua trend yang bisa menjadi pertimbangan dalam menyusun narasi dalam aspek budaya.

Hal ini tidak sulit dijelaskan, khususnya bagi penduduk perkotaan. Dibanding buku atau kertas apapun, gadget selalu menempel di saat santai, sibuk, makan, bersama keluarga, bersama sahabat, di restoran, di ruang rapat, bahkan sesaat sebelum tidur.

Semua informasi yang diinginkan manusia dicari melalui gadgetnya atau laptopnya. Seperti itu tabiat digital native yang lahir setelah tahun 1980-an.

Begitupun dunia visual. Kualitas membaca semakin menurun karena tergantikan gambar bergerak. Dahulu sebelum ditemukan tulisan, media komunikasi adalah gambar, seperti yang terlukis di artefak-artefak kuno. Sekarang visual kembali mengambil alih media tulisan. Pepatah ‘satu gambar mewakili seribu kata’ kembali menemukan maknanya.

Media-media sosial sejenis Facebook, Instagram, Path, Twitter sangat mendukung pesan yang dikemas secara visual, baik itu gambar ataupun video.

Jika di tahun 80-an berderet seminar tentang dampak dan pengaruh TV terhadap perilaku, padahal program TV saat itu sangat terbatas dengan kualitas alakadarnya. Maka bisakah kita bayangkan pengaruh konten yang ada di gadget kita masing-masing terhadap perilaku generasi muda yang sejak SD sudah memegang gadget?

Fenomena ini merata di generasi muda seluruh dunia. Apalagi di Indonesia dengan jumlah pengguna internet dan twitter sebagai salah satu yang terbesar.

Hal ini mempengaruhi beberapa hal seperti hilangnya jarak karena semua orang melihat konten yang sama real time. Juga menghilangkan language barrier, karena setiap penyedia konten gambar bisa mengekpresikan pesannya lintas bahasa, dan para pembuat video bisa menyediakan terjemahan dengan bahasa apapun.

Maka lihatlah industri Holliwood yang masif memproduksi budaya populer. Pesan film-film global tersebar hingga ke bioskop-bioskop di kota kecil Indonesia, atau streaming di computer masing-masing di rumah. Inilah industri budaya terbesar abad ini, yaitu film.

Industri budaya terbesar kedua adalah video blog dan media sosial. Video adalah konten sedang media sosial adalah kendaraan. Mereka adalah dua hal yang secara signifikan terpisah, yang sering tercampur bagi para aktivis dakwah.

Beberapa strategi pemilu, atau kebijakan dakwah begitu mencurahkan energi pada penguasaan media sosial, padahal ia adalah sarana yang tidak akan efektif jika kita tidak mempuyai konten yang memadai.

Ideologi-ideologi besar seperti kapitalisme dan komunisme sangat memahami pertarungan budaya ini. Maka lihatlah usaha mereka membanjiri dunia maya dengan presentasi gagasan mereka. Jika kita membuka youtube dan menulis di search engine nya “understanding capitalism”, maka akan kita dapati berbagai versi video penjelasan tentang ideologi kapitalisme dengan kualitas video yang professional. Ada versi mahasiswa untuk bahan kuliah, ada versi populer untuk masyarakat, ada versi anak-anak untuk indoktrnasi.

Maka inilah tantangan dakwah Islam di era digital. Pekerjaan kita sungguh banyak untuk mengemas pesan Islam menjadi video-video animasi professional sekelas film-film Disney untuk anak-anak seluruh dunia. Juga mengemas sejarah peradaban Islam menjadi film-film kolosal sekelas Lord of The Rings. Atau memproduksi puluhan ribu video untuk mempresentasikan berbagai sisi nilai Islam, ayat Qur’an, hadist-hadist dalam durasi 3-5 menit yang penuh ilustrasi menarik.

Umat Islam tidak kekurangan dana untuk proyek besar seperti ini, juga tidak kekurangan tenaga profesonal para pakar IT, animator, editor atau desain grafis. Tapi yang kurang adalah gagasan besar untuk menjadikan proyek produksi budaya popular ini menjadi narasi besar. (sumber: elvandi.com/bersambung)
Share:

Narasi Global Umat – Part 9

Bisnis Ketakutan

BELANTARA- Yang paling mengerikan dari Trans National Corporation adalah arm industry atau industri senjata. 

Lockhead Martin (US), Boeing (US) dan BAE System (UK) adalah diantara yang terbesar. Pasar industri senjata adalah perang, konflik ataupun negara yang sedang ketakutan. Maka mari kita gunakan akal sehat kita. Apakah mungkin perusahaan-perusahaan senjata besar dunia bisa bertahan jika dunia ini pernuh perdamaian, minim konflik dan peperangan?

Saya mengakui tidak selalu mudah melacak keterlibatan perusahaan senjata dalam sebuah konflik dan peperangan. Tapi para jurnalis terbaik mulai bisa mengurainya. Tidak sedikit hari ini analisis yang mengungkap sistem kerja mereka. Seperti USATODAY yang melaporkan keterlibatan mendalam perusahaan-perusahaan senjata Amerika dalam konflik di timur tengah.

Negara yang sedang berperang atau berada dalam ketakutan terhadap ancaman teroris akan membeli dengan harga berapapun harga keamanan mereka, termasuk persedian senjata.

Di Amerika sendiri aturan kepemilikan senjata terlalu sulit untuk digoyang. Karena jaringan mereka menguasai negara. Bisnis adalah dunia sendiri yang tidak menurut kepada negara, namun dalam banyak situasi justru negara yang tunduk pada kepentingan bisnis.

Lobi TNC memasuki parlemen, mendikte presiden, atau mensetting beberapa fenomena global. Maka TNC adalah salah satu prioritas gerakan Islam bukan sekedar sebagai supporting sistem penguasaan negara, tapi sebagai core struggle selain perjuangan politik.

Private Military Company atau perusahaan militer swasta adalah unsur kekuatan lain hari ini yang sangat mempengaruhi percaturan antar bangsa. Perangkat yang mereka miliki mulai dari petugas lapangan yaitu para tentara yang siap bertempur dengan senjata tercanggih hingga tim berdasi di kantor yaitu jaringan intelijen berbekal big data yang dengan mudah dibeli dari perusahaan-perusahaan dunia maya.

Penggunaan tentara bayaran secara hukum dilarang melalui United Nation Mercenary Convention, walaupun sistem kerja mereka jelas tersembunyi dari pengawasan PBB. Apalagi, US, UK, Rusia, Cina sama sekali tidak mau menandatangai convention tersebut.

Private Military Company juga menjadi bodyguard bagi perusahaan-perusahaan besar atau para politisi dan pemimpin negara.

Private Military Company mempunyai kemampuan untuk mensetting perang antar negara, minimal konflik horizontal di sebuah negara.

Maka inilah diantara tantangan lain dakwah, atau domain penting yang perlu dikuasai. Yaitu dunia militer, yang hal itu tidak tiba-tiba dimiliki pergerakan Islam jika mereka menguasai negara. Militer, seperti halnya bisnis, adalah dunia lain yang terpisah dengan politik. Kasus Mesir dan usaha kudeta AKP di Turki yang berkalikali membuktikan hal ini.

Bankers juga kekuatan super besar yang mungkin melebihi TNC dan Private Military Company. Sejarah hegemoni mereka sangat penjang sejak pertama kali uang kertas tercipta. Maka sekaya apapun seseorang dengan perusahaan dan ekonomi real, para bankir akan tetap jauh lebih kaya, karena semua aktivitas ekonomi menggunakan sistem yang sudah mereka buat. Kisah Rostchild menguasai ekonomi Inggeris saat perang Waterloo dengan Napoleon cukup terkenal dan menunjukan bahwa ekonomi sebuah negara imperium besar, selama berabad-abad dibawah kaki para bangkir.

Dalam literatur pergerakan Islam, tidak akan kita temui perjuangan mengisi bidang ini. Justru yang ada adalah resistensi normative dalam bab riba. Faktanya dunia perbankan mencengkeram aktivitas ekonomi seluruh umat manusia.

Inilah tantangan ketiga pergerakan Islam untuk merumuskan grand strategy untuk menguasai perbankan dunia dengan semangat perbaikan, bukan mengutuknya dari luar. Pandangan yang terlalu fokus pada penguasaan negara bangsa memerlukan evaluasi dan kajian mendalam. Karena aktor-aktor global yang disebut diatas adalah competitor baru negara yang diakui para pakar sangat signifikan mereduksi kekuasaan negara. Apalagi jika kekuatan mereka bersatu untuk sebuah proyek besar. Inilah yang disebut jaringan strategis.

Jaringan strategis bisa jadi memperjuangkan ideology zionis, lalu perusahaan internasional seluruh dunia bersama membawa isu ini, media memblow-up nya, industri mendanainya, militer menyuplai tentara dan perusahaan senjata melengkapi para tentara dengan amunisi tanpa batas.

Jaringan strategis TNC, Private military company dan bankers yang satu visi bisa mengalahkan negara-negara besar, apalagi yang kecil. Maka inilah trend baru dunia yang perlu dijadikan pertimbangan pergerakan Islam saat merumuskan narasi besarnya hari ini. Hal ini tidak berarti narasi besar Hasan al-Banna salah, dan dibuang, tapi ia memerlukan reassessment, atau pengkajian ulang, agar ide pembaharuan itu bisa diperbaharui.

Pembaharuan tidak selalu memulai dari yang baru, tapi memperbaiki yang lama, mengembangkannya, dan membuatnya lebih relevan. (sumber: elvandi.com/bersambung)

Share:

Minggu, 09 April 2017

Narasi Global Umat – Part 8

Trend Baru Dunia dan Peluang Narasi Kita

BELANTARA- Pengetahuan kita seperti membuat bola kecil dengan tanah liat. Setiap datang pengetahuan baru saat itulah kita menempelkan tanah liat ke bola tersebut untuk memperbesarnya. Begitulah pengetahuan akumatif manusia membesar seperti bola tersebut.

Era digital abad 21 ini membuat ukuran bola pengetahuan itu membengkak luar biasa. Arus informasi membuat kita mengetahui apa yang ada di kutub dengan instan atau orang di pegunungan Tibet bisa mengetahui kemacetan saat kita mudik dengan seketika. Rahasia-rahaisa pun terkuak, dokumen-dokumen resmi tersembunyi kian banyak diakses publik. Organisasi-organisasi sejenis Wikileaks berjamuran, dan kunci-kunci kekuatan insitusi-insitusi besar semakin mudah diakses para pengejar informasi yang bersedia dibayar beberapa dolar oleh pihak yang berkepentingan.

Di bagian ini saya ingin berbagi tentang paradigma-paradigma baru pergerakan dan penyusunan kekuatan.


Negara Bangsa ke Jaringan Strategis

Peace of Westphalia adalah perjanjian damai di tahun 1648 setelah 80 tahun perang antara Spanyol, Belanda dan Jerman. Pengaruh penting perjanjian ini bagi kehidupan antar bangsa adalah kejelasan wilayah otoritas setiap kerajaan yang kemudian diadopsi menjadi doktrin Westphalian Sovereignity. Hal inilah yang menjadi cikal bakal pembentukan negara modern di Eropa dengan berbagai basis teori sosialnya.

Berdirinya negara-negara modern Eropa menandai pemusatan kekuatan pada institusi negara. Di abad pertengahan keluarga-keluarga kaya Eropa seperti Medici, Rotschild menghegemoni kekuasaan sebuah negeri, dengan mendompleng raja dalam sistem aristokrasi. Namun dalam nation-state segala unsur keuatan dihegemoni negara, terutama legitimasi penggunaaan kekerasan seperti definisi negara-nya Max Weber.

Pasca keruntuhan daulah Ustmaniyyah, negeri-negeri muslim berjuang memerdekakan diri untuk menjadi negara bangsa yang mandiri. Sedang di Eropa terjadi dua perang besar, yaitu PD-1 dan 2. Periode 1910-1945, setiap negara sedang mengarah menjadi ultranasionalis.

Dalam konteks seperti itulah Imam Hasan al-Banna merumuskan narasi besarnya sebagai respon atas tantangan zaman. Yaitu narasi yang bisa dirangkum dengan tujuh tahapan:
1. Pembinaan pribadi muslim
2. Membangun keluarga islami
3. Membimbing Keluarga
4. Memperbaiki pemerintahan
5. Mengembalikan Kekhilafahan
6. Merealisasikan kepemimpinan global
7. Mendeklarasikan Islam sebagai guru peradaban

Hasan al-Banna sendiri belum mencapai tahapan keempat dengan optimal karena peluru lebih mendului syahidnya. Maka tidak ada warisan fiqh politik yang memadai dalam literature pergerakan Islam IM, bahkan juga pergerakan-pergerakan lain.

Poin yang ingin saya bedah terlebih pada konteks negara bangsa yang meliputi pandangan perjuangan Hasan al-banna di masanya.

Negara bangsa adalah unsur kekuatan terpenting dalam perkumpulan manusia saat itu. Oleh karena itu Hasan al-Banna sangat menaruh perhatian besar pada pengusaan negara. Point nomor empat adalah inti perjuangan gerakan Islam yang terinspirasi IM di berbagai negara. Point 1, 2, 3 hanyalah supporting sistem untuk memastikan aktivis Islam menguasasi peran penting dalam pemerintahan. Dan bagi al-Banna point 5,6,7 adalah agenda yang mutlak hanya bisa dilakukan jika negara sudah dipegang.

Namun hari ini negara-bangsa sebagai entitas terkuat perkumpulan manusia diperdebatkan, khususnya di kalangan pengkaji International Relations. Global Governance adalah salah satu kajian penting dalam tema International Relations.

Pembahasan Global Governance atau pemerintahan global memberikan kita kesadaran bahwa hari ini terjadi power shifting. Beberapa negara tetap merupakan pemain global yang sangat berpengaruh. Terutama negara-negara raksasa seperti US, Russia, China, atau Indonesia. Tapi negara tidak selalu menjadi entitas terkuat. Karena ada aktor-aktor lain yang terkadang mempunyai pengaruh jauh lebih besar dibanding negara. Misalnya, multinational corporation seperti Apple yang mempunyai penghasilan 53 milyar dolar, lebih besar dari pendapatan perkapita Lebanon, Tunisia, Jordan, Bahrain, Paraguay ataupun Bolivia. Ada actor-aktor besar UN, aliansi strategis BRICs (Brazil, Rusia, India dan Cina). Ada NGO-NGO internasional, lembaga-lembaga Think Tanks dan Global Policy Network dan Private Military dan Security Company.

Para aktor global itu mempunyai sistem, aset kekuatan dan agenda sendiri. Yang selama ini tidak mendapat perhatian sebesar perhatian gerakan Islam pada institusi negara.

TNC (Trans National Corporation) atau perusahaan multinasional adalah imperium lama yang transparansi kekayaannya diketahui publik hari ini. Berbeda dengan bisnis-bisnis kaya abad 15-18 yang bisnisnya tertutup dan tidak akuntabel. East India Company milik Inggeris dan VOC Belanda adalah contoh dari TNC yang bisnisnya tidak akuntabel, dari segi administrasi ataupun etika. Terutama era kolonialisasi adalah era dimana TNC menjadi kekuatan utama ekonomi negara.

Tapi TNC hari ini bisa dibaca publik. Potensi yang mereka punya bisa menghancurkan negara tertentu jika mereka mau. Perusahaan-perusahaan minyak terbesar dunia, ataupun perusahaan-perusahaan energi pada dasarnya tidak akan peduli dengan nasib lingkungan sebuah negara ataupun nasib generasi mendatang negara tersebut. Hegemoni perusahaan-perusahaan minyak di negara-negara petromonarki seperti Kuwait, Uni Emirates, Saudi Arabia, sangat mencengkram. Maka jika, misalnya seorang pemikir mencoba merumuskan narasi besar untuk kawasan teluk, maka sudah saatnya mereka berfikir bahwa prioritas aktivis dakwah adalah mendirikan perusahaan minyak milik aktivis Islam yang selevel dengan Saudi Aramco, Total, Royal Dutch Shell, atau Exxon Mobil.

Loyalitas TNC adalah uang, atau apapun yang diinginkan pemiliknya. Maka bisa jadi aktivis Islam berhasil mem-‘futuh’-kan dakwah sebuah negara seperti Saudi atau Qatar dengan mengisi pos-pos penting pemerintahan. Lalu apa yang akan mereka lakukan terhadap minyak yang mereka punya jika memang kapasitas aktivis gerakan Islam belum mampu membangun sebuah imperium perusahaan minyak? Apakah betul konflik-konflik horizontal yang ada di kawasan petromonarki karena alasan ideologis ataupun madzhab? Ataukah ada kepentingan minyak disana? Apakah betul berkembangnya salafi di Saudi murni karena kekuatan dakwah salafi ataukah ada kepentingan minyak hasil riset mendalam tentang sosio-kultural masyarakat Saudi? Maka narasi dakwah disana perlu perenungan mendalam dan pemikiran yang luas berbasis fakta realita kontemporer. Dimanakah letak medan yang perlu diperebutkan?

Perusahaan minyak hanyalah salah satu contoh, diantara contoh yang terlalu banyak tentang real power yang dikuasai TNC, seperti Apple, Samsung yang menguasasi alat komunikasi kita, atau Google yang merekam semua aktvitas online kita, atau provider email (yahoo, outlook) yang mengarsipkan semua korespondensi kita, dari yang personal hingga aktivitas super rahasia yang strategis dalam dakwah. Atau Unilever yang mengendalikan nutrisi kita.

Paradigma ini perlu melengkapi manhaj dakwah pergerakan Islam. Memang ide Hasan al-Banna adalah state oriented, tapi tidak harus paradigma ini menjadi titik tolak perumusan narasi nasional gerakan dakwah hari ini. Karena Imam Syahid menghadapi konsteks yang sama sekali berbeda. Justru kewajiban umat Islam khususnya aktivis pergerakan untuk selalu memetakan kerumitan konstelasi global dan nasional dengan jeli agar ktia berebut pos-pos yang lebih strategis sesuai dengan konteks geopolitik masing-masing.

Masih banyak aktor-aktor lain yang lebih dahsyat dari TNC dalam mengendalikan hidup kita disadari ataupun tidak, yang akan saya bahas di tulisan berikutnya. (sumber: elvandi.com/bersambung)

Share:
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

KALENDER

Calendar Widget by CalendarLabs

PENGINGAT WAKTU

Arsip

Flag Counter

Total Pageviews