BELANTARA – Ali Murtopo lahir di Blora, Jawa Tengah, pada 23 September 1924. Karirnya di militer dimulai ketika bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada 1950-an, ia ditugaskan di Kodam Diponegoro, bergabung dengan pasukan “Banteng Raider”, pasukan khusus untuk menumpas pemberontakan Darul Islam (DI).
Pada 1959, ketika meletus pemberontakan di sejumlah daerah, ia dikirim ke Sumatera dengan jabatan sebagai kepala staf Resimen II, dan Yoga Sugama sebagai komandan resimennya. Begitu pemberontakan PRRI berhasil ditumpas, Ali Murtopo kembali ke Jawa Tengah dan melanjutkan tugasnya di Kodam Dipenogoro. Di sini lah ia bertemu Soeharto.
Ketika Mabes Angkatan Darat ingin mengangkat Bambang Supeno sebagai Panglima Divisi Diponegoro, ia dilibatkan Soeharto dalam rapat rahasia di Kopeng yang akhirnya membuat Bambang gagal menduduki jabatan bergengsi itu. Atas jasanya, Soeharto mengangkatnya menjadi Asisten Teritorial.
Ali Murtopo dan Soeharto berpisah setelah Soeharto dicopot dari jabatan sebagai Panglima Divisi Diponegoro akibat korupsi, dan ‘disekolahkan’ Presiden Seokarno di SSKAD. Mereka berkumpul lagi setelah Ali ditarik Soeharto ke Jakarta dan diberi jabatan sebagai Deputi I KSAD. Ketika Jenderal AH Nasution mengangkat Soeharto menjadi Panglima Cadangan Umum Angkatan Darat (CADUAD) dengan pangkat brigadir jenderal, Soeharto mengangkat Ali menjadi asisten kepala staf CADUAD.
Beek mengenal sosok Ali Mutopo juga dari PMKRI. Di mata Beek, Ali adalah sosok yang ambisius dan machiavelis, sosok yang dibutuhkannya. Apalagi karena Ali juga bukan seorang Muslim yang taat, meski berasal dari keluarga santri. Seperti Soeharto, Ali dikenal sebagai penganut ajaran kejawen atau Islam abangan.
Mengenai hubungan Ali Murtopo dengan Beek, Dr. George J. Aditjondro memberikan penjelasan begini; “Banyak yang tak percaya kalau Ali Murtopo (yang berasal dari keluarga santri di pesisir Pulau Jawa) bias menjadi orang yang sangat anti Islam dan berjasa besar dalam menindas orang Islam di awal Orde Baru. Yang orang cenderung lupa adalah, bahwa Ali Murtopo punya rencana berkuasa. Oleh karena itu, semua yang merintanginya untuk mencapai tujuannya haruslah ditebas habis. Musuhnya bukan cuma Islam, tapi juga perwira-perwira ABRI yang dianggapnya sebagai perintang, seperti HR Dharsono, Kemal Idris, Sarwo Edhi Wibowo, dan Soemitro (Pangkopkamtib). Almarhum HR Dharsono (Pak Ton) difitnahnya berkonspirasi dengan orang-orang PSI untuk menciptakan system politik baru untuk menyingkirkan Soeharto. Kemal Idris dituduhnya berambisi jadi presiden. Sedang Sarwo Edhi difitnahnya merencanakan usaha menajibkan (menendang ke atas) Soeharto”.
Maka jelas apa yang membuat Beek merasa cocok merekrut orang ini. Di kemudian hari terbukti bahwa Ali Murtopo merupakan ‘abdi’ Beek yang setia, yang patuh pada apapun perintah Beek untuk menghancurkan Islam yang merupakan agama Ali Murtopo sendiri.
(bersambung ….)
(bersambung ….)
0 komentar:
Posting Komentar