BELANTARA – Hempher menerima pesan dari Kementerian Persemakmuran di London agar ia segera meninggalkan Bashrah dan berangkat menuju Karbala dan Najf, dua kota yang kala itu, pada abad 18 Masehi, menjadi pusat ilmu pengetahuan dan spiritual yang paling popular di kalangan Syi’ah. Hempher sebenarnya enggan berangkat karena saat perintah datang, Muhammad bin Abdul Wahab yang dianggapnya sebagai pemuda bodoh dan tak bermoral, masih perlu didorong untuk segera merealisasinya berdirinya sekte Wahabi, namun karena tugas tak bisa ditentang, ia berpamitan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, dan berangkat ke Karbalah dan Najf.
Namun seperti diakui Hempher dalam buku Catatan Harian Seorang Mata-mata dan Persekongkolan Menghancurkan Islam, setelah ia pergi, Kementerian Persemakmuran tidak melepaskan Muhammad bin Abdul Wahab begitu saja, melainkan terus membina untuk menyesatkannya. Orang yang ditugaskan untuk terus ‘menempel’ kepada Muhammad bin Abdul Wahab di antaranya adalah Shafiyyah, wanita Kristen yang dinikahi Muhammad bin Abdul Wahab dengan cara nikah mut’ah; Abdul Karim, seorang agen mata-mata yang ditugaskan Kementerian Persemakmuran di distrik Jelfah dan Isfahan; dan Aisyah, seorang wanita Yahudi yang juga bekerja untuk Kementerian Persemakmuran yang tinggal di Syiraz. Bukti atas hal ini diutarakan Menteri Persemakmuran kepada Hempher, ketika Hempher menyampaikan kekhawatirkannya kalau setelah ia tinggalkan, Muhammad bin Abdul Wahab akan mencampakkan apa yang telah ia tanamkan ke dalam dirinya, dan bahkan mungkin saja akan mempelajari ajaran Islam yang benar. Kata Menteri; “Jangan khawatir. Dia belum mencampakkan ide-ide atau gagasan-gagasan yang kautanamkan kepadanya. Mata-mata dari Kementerian kita berjumpa dengannya di Isfahan dan melaporkan bahwa dia belum berubah fikiran.”
Bukti lain adalah keterangan Abdul Karim kepada Hempher ketika mereka bertemu. Kata Abdul Karim, Muhammad bin Abdul Wahab bahkan kembali menikahi Shafiyyah secara mut’ah untuk selama dua bulan, dan kemudian menikahi Aisyah dengan cara yang sama, yakni nikah mut’ah.
Setelah menyelesaikan tugas di Karbalah dan Najf, Hempher mendapat cuti selama satu bulan, dan masa cuti ini dimanfaatkan untuk berkumpul bersama anak dan istrinya di London. Selesai cuti, Kementerian Persemakmuran menugaskannya untuk kembali ke Irak dan menemui Muhammad bin Abdul Wahab karena orang tolol ini sangat pas dan cocok untuk mewujudkan tujuan-tujuan kementerian, yakni memecah-belah Islam, melemahkannya, dan menguasai negerinya. Sekretaris Kementerian Persemakmuran bahkan memberitahu kalau mata-mata mereka di Isfahan telah bicara terus terang kepada Muhammad bin Abdul Wahab tentang apa yang diinginkan pemerintah Inggris darinya, dan Muhammad bin Abdul Wahab telah menyatakan bersedia memenuhi keinginan itu asal syarat-syarat yang diajukannya, dipenuhi. Syarat-syarat dimaksud adalah diberi dukungan uang dan senjata untuk melindungi diri dari negara dan ulama-ulama yang pasti akan menyerangnya sebagai akibat dari sekte yang ia dirikan, dan Kementerian telah menyetujui syarat-syarat tersebut.
Hempher senang sekali, sehingga karena takut misi ini akan gagal ia laksanakan, ia meminta arahan tentang apa yang pertama-tama harus ia lakukan, dan Sekretaris Kementerian menyodorkannya skema sebanyak enam paragraph yang harus dipatuhi. Inilah skema enam paragraph itu.
1. Muhammad bin Abdul Wahab harus menyatakan semua orang Muslim yang tidak sejalan dengannya adalah orang-orang kafir, dan memaklumkan bahwa halal hukumnya membunuh mereka, merampas harta mereka, menodai dan mencemarkan nama kehormatan mereka, memperbudak pria-pria mereka, menjadikan wanita-wanita mereka sebagai gundik, dan menjual mereka di pasar-pasar budak.
2. Muhammad bin Abdul Wahab harus menyatakan bahwa Ka’bah adalah berhala dan karenanya harus dihancurkan, menghapus haji, memprovokasi berbagai suku agar menggerebek jemaah haji, merampas harta milik mereka, dan membunuhnya.
3. Muhammad bin Abdul Wahab harus berusaha membuat kaum Muslimin tidak mematuhi dan tidak mentaati khalifah. Ia juga harus memprovokasi mereka agar memberontak terhadap khalifah, harus mempersiapkan pasukan untuk pemberontakan tersebut, dan mengeksploitasi setiap peluang dan kesempatan untuk menyebarkan keyakinan bahwa sangatlah perlu memerangi kaum bangsawan Hijaz dan menghinakan mereka.
4. Muhammad bin Abdul Wahab harus menyatakan bahwa berbagai mausoleum atau tempat pemakaman, kubah dan berbagai tempat suci di negara-negara Muslim adalah berhala, penuh kemusyrikan, dan karenanya harus dihancurkan. Ia harus berusaha sebaik mungkin mencari kesempatan untuk menghina dan melecehkan Nabi Muhammad Saw., khalifah-khalifah, dan juga para ulama terkemuka dari berbagai mazhab.
5. Muhammad bin Abdul Wahab harus sekuat tenaga memicu timbulnya pemberontakan, penindasan, dan anarki di negara-negara Muslim.
6. Muhammad bin Abdul Wahab harus berusaha menerbitkan sebuah Mushaf Al Qur’an yang mengalami perubahan, baik ditambah maupun dikurangi, sebagaimana halnya hadist-hadist Nabi Saw.
2. Muhammad bin Abdul Wahab harus menyatakan bahwa Ka’bah adalah berhala dan karenanya harus dihancurkan, menghapus haji, memprovokasi berbagai suku agar menggerebek jemaah haji, merampas harta milik mereka, dan membunuhnya.
3. Muhammad bin Abdul Wahab harus berusaha membuat kaum Muslimin tidak mematuhi dan tidak mentaati khalifah. Ia juga harus memprovokasi mereka agar memberontak terhadap khalifah, harus mempersiapkan pasukan untuk pemberontakan tersebut, dan mengeksploitasi setiap peluang dan kesempatan untuk menyebarkan keyakinan bahwa sangatlah perlu memerangi kaum bangsawan Hijaz dan menghinakan mereka.
4. Muhammad bin Abdul Wahab harus menyatakan bahwa berbagai mausoleum atau tempat pemakaman, kubah dan berbagai tempat suci di negara-negara Muslim adalah berhala, penuh kemusyrikan, dan karenanya harus dihancurkan. Ia harus berusaha sebaik mungkin mencari kesempatan untuk menghina dan melecehkan Nabi Muhammad Saw., khalifah-khalifah, dan juga para ulama terkemuka dari berbagai mazhab.
5. Muhammad bin Abdul Wahab harus sekuat tenaga memicu timbulnya pemberontakan, penindasan, dan anarki di negara-negara Muslim.
6. Muhammad bin Abdul Wahab harus berusaha menerbitkan sebuah Mushaf Al Qur’an yang mengalami perubahan, baik ditambah maupun dikurangi, sebagaimana halnya hadist-hadist Nabi Saw.
Sekretaris Kementerian meminta Hempher agar tidak panik dalam melaksanakan program raksasa ini, karena tugasnya dan tugas Kementerian Persemakmuran hanyalah menebar dan menyemai benih-benih penghancuran Islam, dan apa yang mereka lakukan saat ini akan dituntaskan oleh generasi-generasi setelah mereka.
“Pemerintah Inggris sudah terbiasa bersabar dan melangkah maju setahap demi setahap. Bukankah Nabi Muhammad, sang pemimpin besar revolusi Islam, juga manusia biasa? Dan Muhammad bin Abdul Wahab yang sudah kita kuasai berjanji menuntaskan ‘revolusi’ kita seperti halnya Nabi panutannya,” imbuh sang Sekretaris Kementerian.
Beberapa hari kemudian Hempher kembali ke Irak untuk melaksanakan tugasnya.
(bersambung …)
0 komentar:
Posting Komentar