Perkiraan ini merujuk pada lambang milik perusahaan Belanda itu yang berupa huruf V besar dengan huruf O dan C yang menempel pada kedua kaki V, dan huruf A di atasnya. Jika kedua kaki huruf A ditarik hingga memanjang ke bawah dan kedua kaki huruf V ditarik hingga memanjang ke atas, maka akan terbentuk simbol bintang David, simbol Freemasonry.
Lagipula dalam bahasa Belanda tidak dikenal huruf A, sehingga lambang VOC dicurigai sebagai penyamaran lambang organisasi persaudaraan rahasia kaum Yahudi itu, karena memang, sejak awal eksistensinya pun organisasi ini selalu berusaha agar tidak banyak orang yang tahu tentang keberadaannya. Bahkan karena berasal dari Belanda, diIndonesia organisasi ini dikenal dengan nama Vrijmetselarij.
Berdasarkan laporan tentang sejarah para Masonik di Indonesia yang diterbitkan Paul van der Veur pada 1976 dan diberi judul ‘Freemasonry in Indonesia from Radermacher to Soekanto 1762-1962’, diketahui kalau gerakan Freemasonry di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, dirintis oleh J.C.M. Radermacher.
Dia jugalah yang memprakarsai pembangunan lodge pertama di Batavia yang diberi nama ‘La Choisie’ atau ‘Yang Terpilih’ pada 1762. Bahkan nama Radermacher digunakan sebagai nama sebuah organisasi yang disebut Perhimpunan Batavia untuk Kesenian dan Ilmu Pengetahuan atau Batavian Society of Arts and Science.
Nama Soekanto yang disebut dalam laporan Paul van der Veur adalah Raden Said Soekanto Tjokrodiatmojo yang kala itu menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kapolri, dan yang namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit Polri di Kramatjati, Jakarta Timur, yakni RS Soekanto.
Dalam bukunya, Herry Nurdi menyebut, Soekanto pernah menjadi Suhu Agung para Vrijmetselarij di Indonesia, dan sejak 1952 namanya tercatat di Lodge Purwo Daksina.
Lambang VOC. |
Seluruh biaya ditanggung oleh para Vrijmetselarij. Maka tak heran jika gerakan para Mason di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, begitu cepat berkembang, bahkan berhasil menarik sejumlah orang penting ke dalam organisasinya.
Selain Soekanto, menurut Herry Nurdi, Pangeran Ario Notodirodjo yang merupakan ketua Boedi Oetomo 1911-1914 juga pernah menduduki jabatan tinggi di Vrijmetselarij, dan namanya tercatat di Lodge Mataram sejak 1887. Raden Adipati Tirto Koesomo, bupati Karanganyar yang juga ketua Boedi Oetomo, juga merupakan anggota di Lodge Mataram. Pengurus Boedi Oetomo yang lain yang juga anggota Freemasonry adalah Mas Boediardjo yang pada 1916-1922 menjabat sebagai inspektur pembantu divisi Inlands Onderwijs atau Pendidikan Pribumi.
Adik Pangeran Ario Notodirodjo, Pangeran Koesoemo Yoedho, putra Paku Alam V, berkali-kali menjadi pengurus di Lodge Mataram sejak dilantik menjadi anggota Vrijmetselarij pada 1909. Bahkan pada 1930, dia menjadi pengurus pusat dan merupakan orang Jawa pertama yang mempelajari indologi di Leiden, Belanda, dan lulus ujian besar, ujian yang biasanya hanya diperuntukkan bagi orang Belanda saja.
Tokoh lain yang menjadi anggota Vrijmetselarij adalah Dr. Radjiman Wediodipoera, tokoh penting dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan yang menjadi ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersama mantan Presiden Soekarno. Juga Raden Saleh (1810-1880), pelukis terkenal.
Ketika Belanda menjajah Indonesia dan mengambil alih kekuasaan VOC, gerakan Freemasonry sempat menghadapi kendala berarti, karena kerajaan Belanda yang dekat dengan gereja dan para pemimpin Katolik, bersikap memusuhi para Mason, dan menganggapnya sebagai “makhluk-makhluk berbahaya bagi negara dan agama”. Namun, kuatnya jaringan para Mason membuat gerakan Freemasonry tetap tak terbedung.
Kekuatan jaringan ini antara lain karena di antara para Mason ada yang berprofesi sebagai pengusaha, petinggi militer, pengacara, notaris, pegawai pengadilan, bahkan polisi. Masonik yang berprofesi sebagai pengacara di antaranya Nicolas Maas yang merupakan anggota Lodge La Fidele Sincerete, lodge kedua yang dibangun para Mason di Batavia pada 1767; Masonik yang berprofesi sebagai tentara di antaranya Mayor Zeni C.F. Reimen yang juga anggota Lodge La Fidele Sincerete; dan yang berprofesi sebagai pegawai pengadilan di antaranya P.A. de Win, juga anggota Lodge La Fidele Sincerete.
Para tokoh Boedi Oetomo. |
Di Indonesia, lodge yang merupakan markas para Masonik untuk melakukan berbagai kegiatan untuk kepentingan organisasinya, disebut loji. Ada kisah menarik di balik pembangunan loji di Pekalongan, karena ketika pembangunan gedung ini nyaris rampung, masyarakat setempat menolak keberadaannya karena menilai acara-acara ritual yang dilakukan para Mason di loji itu, sesat. Kini loji tersebut dikenal dengan nama Gedong Setan.
Mengapa demikian?
Seperti kita tahu, kaum Yahudi menganut Kabbalah, sebuah kepercayaan yang bersumber dari tradisi lisan Mesir kuno yang mengandung filsafat esoteris dan ritual penyembahan serta pemujaan berhala dan Lucifer, raja Iblis. Maka, ketika berada dalam gedung itu yang dilakukan para Mason bukan hanya membahas hal-hal yang terkait dengan organisasi mereka, tapi juga melakukan ritual-ritual untuk menyembah berhala dan setan. Itu sebabnya masyarakat Pekalongan menilai ritual yang dilakukan para Mason di lojinya sesat, dan menjuliki lojinya dengan sebutan Gedong Setan. (bersambung …)
0 komentar:
Posting Komentar