BELANTARA – Jika ditilik dari namanya, Jahmiyah berasal dari nama orang yang menggagas dan menyebarkan ajaran sesat ini, yakni Jahm bin Shofwan, murid Ja’d bin Dirham yang menggagas Jabariyah dan menyebarkannya. Para ulama bahkan yakin kalau dasar ide pencetusan Jahmiyah berasal dari ajaran Jabariyah yang digagas Ja’d.
Namun demikian, ajaran Jahmiyah lebih mirip ajaran Mu’tazilah karena aliran sesat ini juga lebih mengedepankan akal dibanding iman dalam memahami Al-Qur’an, hadist dan sunnah sebagai pedoman dan tuntunan hidup umat muslim, sehingga jika apa yang tertulis dalam Al-Qur’an dan dijelaskan dalam hadist tidak sesuai dengan pola fakir mereka, maka ditolak.
Karena menjadikan Jabariyah sebagai pondasi dasar Jahmiyah, Jahm pun memasukkan ide-ide dasar pendirian Jabariyah yang dibangun Ja’d, sehingga tingkat kesesatan ajaran Jahmiyah sangat parah karena banyak bid’ah dalam akidah ajaran ini. Bid’ah-bid’ah itu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu ;
1. Ta’thi (menafikkan seluruh sifat Allah SWT). Menurut ajaran ini, penetapan sifat Allah hanya membuat Allah menjadi serupa dengan makhluknya. Penafikkan ini jelas mengingkari Al-Qur’an yang berisi keterangan sifat-sifat Allah.
2. Al-jabr, yakni bahwa manusia tidak memiliki daya dan upaya sama sekali karena hidup manusia telah ditentukan dan ditetapkan oleh Allah (qada’ dan qadar) sejak awal diciptakan, sehingga manusia hanya terpaksa saja menjalani hidup ini, tak ubahnya bagai robot. Ajaran ini jelas bertentangan dengan dalil naqli dan akal sehat.
3. Al-irja, yakni bahwa iman cukup hanya diketahui saja (ma’rifah), sehingga barangsiapa mengingkari lisannya, maka tidak kafir karena ilmu dan pengetahuan masih ada dalam dirinya dan takkan hilang meski diingkari. Iman tidak berkurang, dan semua mukmin memiliki derajat yang sama.
Seperti halnya Mu’tazilah dan Jabariyah, sekte atau golongan Jahmiyah pun terpecah menjadi beberapa sekte. Menurut Ibnu Taimiyah, pengikut Jahmiyah terpecah menjadi tiga golongan.
Tingkatan pertama, yakni pengikut Jahmiyah yang memahami akidahnya secara ekstrim, sehingga menafikkan semua sifat dan nama Allah. Jika pun ada nama tau sifat Allah yang diakui, mereka hanya menganggapnya sebagai kiasan semata, bukan dalam makna sebenarnya.
Tingkatan kedua, yakni para pengikut Mu’taziyah namun seakidah dengan Jahmiyah. Mereka mengakui nama-nama Allah, namun meniadakan atau menolak sifat-sifat-Nya.
Tingkatan ketiga, yakni pengikut Jahmiyah yang mengakui nama dan sifat-sifat Allah, namun tidak seluruhnya. Yang mereka akui hanya nama yang tercantum dalam Al-Qur’an, dan yang ditolak adalah yang dijelaskan dalam hadist.
Ajaran firqah ini sama kacaunya dengan Mu’taziyah, Jabariyah dan firqah-firqah sesat lainnya. Ahlus Sunnah wal Jama’ah menerima semua nama dan sifat Allah karena secara bahasa dapat dimengerti dan tidak membuat Allah menjadi mirip dengan makhluk-Nya. Bahkan akan sangat aneh jika Allah sama sekali tidak memiliki sifat karena itu berarti Allah tidak penyanyang kepada umat-Nya, tidak Maha Mengetahui segalanya, dan Allah sangat egois karena merahasiakan seluruh jati diri-Nya.
Hati-hati lah terhadap keterangan dan penjelasan yang disampaikan kepada Anda, apalagi jika hal yang disampaikan belum Anda ketahui sebelumnya, karena siapa tahu orang yang memberi keterangan dan penjelasan kepada Anda adalah orang-orang dari firqah-firqah sesat tersebut. Kita berlindung kepada Allah dari segala yang menyesatkan dan membuat kita terjerumus ke dalam api neraka. Amin.
(bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar