BELANTARAINFO- Indonesia sedang memasuki momen yang mengerikan seiring bertahtanya Joko Widodo sebagai orang nomor satu di Indonesia, sekaligus merupakan presiden RI ketujuh untuk periode 2014-2019.
Di era ini, masyarakat Indonesia yang 80% beragama Islam disodori berbagai fenomena yang sama sekali tak terbayangkan sebelumnya akan terjadi.
Penganut Syiah dan Jaringan Islam Liberal (JIL) yang di era-era pemerintahan sebelumnya tidak mendapat tempat, kini dapat dengan bebas unjuk gigi karena merupakan bagian dari kalangan yang menopang terpilihnya Jokowi, panggilan Joko Widodo, sebagai presiden pada Pilpres 2014. Bahkan ketika JIL tak laku "dipasarkan", dengan leluasa bertransformasi menjadi JIN (Jaringan Islam Nusantara) dan kemudian ganti baju menjadi Islam Nusantara.
Baru seumur jagung, Islam Nusantara telah mengguncang masyarakat Islam di Indonesia karena memelopori pembacaan Al Qur'an dengan menggunakan langgam Jawa. Misi Islam yang menyimpang ini jelas; ingin mengerdilkan Islam sebagai agama yang terlepas dari sumbernya di Timur Tengah karena menurut para aktivis gerakan ini, Islam di Indonesia beda dengan di Arab. Ini pemikiran sempit, picik, dan sesat. Jelas sekali para pelakunya ingin memurtadkan umat Islam di Indonesia secara berjamaah, dengan mendistorsi sejarah kehadiran Islam di Bumi dan penyebarannya ke Indonesia.
Belum tuntas kasus ini, fenomena lain muncul. Seperti dibiarkan, bahkan seolah didukung, gerakan lesbianisme, gay, biseksual dan transgender (LGBT) yang sukses di beberapa negara di dunia, yang tercermin dari disahkannya undang-undang pernikahan sejenis, masuk ke Indonesia tanpa hambatan sama sekali, tanpa konter dari pemerintah, dengan dalih HAM, pluralisme, humanisme dan kebebasan bereksperesi.
Tak ayal, kalangan-kalangan yang sadar gerakan ini merupakan penyebaran penyakit penyimpangan seksual, bereaksi keras. Pengurus Pusat Persaudaraan Muslimin Indonesia (PP Parmusi) bahkan buru-buru menyusun draft UU Anti-LGBT untuk menangkal gerakan yang mulai masif ini.
“Insya Allah dalam waktu dekat ini akan selesai, kemudian kita akan sampaikan Ke DPR RI melalui berapa fraksi dan seluruh partai,” ujar Ketua PP Parmusi Usamah Hisyam dalam jumpa pers di Restoran Pulau Dua, Jumat (19/2/2016).
Sementara Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid pada hari yang sama, namun di tempat yang berbeda, tepatnya di gedung DPR, mengatakan, meski DPR belum berencana menyusun UU Anti-LGBT, namun pihaknya mengingatkan komunitas ini untuk tidak menuntut hal-hal yang tidak sesuai dengan konstitusi dan falsafah bangsa Indonesia.
“Jika mereka memaksakan menuntut hak yang betentangan dengan hukum, konstitusi serta dasar dan falsafah bangsa, seperti menuntut dilegalisasi, maka pemerintah akan dan harus bertindak tegas,” katanya.
Sejarah
Pernikahan sejenis yang menghebohkan di Bali. (int) |
Akronim LGBT atau GLBT mulai digunakan sejak 1990-an untuk menggantikan frasa "komunitas gay" karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok lelaki penyuka sesama jenis. Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman "budaya yang berdasarkan pada identitas seksualitas dan gender" bagi para non-heteroseksual.
Pada 1996, akronim LGBT atau GLBT kadangkala juga dibubuhi huruf "Q" yang merupakan kependekan dari "queer (aneh)" oleh para pelakunya, sehingga muncul istilah "LGBTQ" dan "GLBTQ". Penyematan huruf "Q" ini bukan karena iseng, melainkan merupakan representasi diri mereka sendiri yang mempertanyakan identitas seksual mereka yang mereka sadari menyimpang dan melawan kodrat.
Sebelum Revolusi Seksual pada 1960-an, kosakata non-peyoratif untuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual masih belum ada. Istilah yang terdekat dengan kelompok ini adalah "gender ketiga", dan ini telah ada sejak 1860-an, namun tidak semua negara menyetujui penggunaan istilah ini.
Istilah pertama yang banyak digunakan adalah "homoseksual", namun istilah ini dianggap mengandung konotasi negatif, sehingga pada 1950-1960 istilah ini cenderung diganti dengan "homofil".
Istilah "gay"baru muncul pada 1970-an, dan kemudian bertransformasi menjadi frasa "gay dan lesbian" setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk.
Pada tahun itu juga Daughters of Bilitis menjadikan isu feminisme atau hak kaum gay sebagai prioritas, dan mengusung kesetaraan bagi komunitas ini.
Kejadian ini disusul munculnya gerakan dari kaum biseksual dan transgender yang juga menuntut pengakuan dalam komunitas yang lebih besar.
Setelah euforia kerusuhan Stonewall mereda, pada akhir 1970-an dan awal 1980-an terjadi perubahan pandangan karena komunitas gay dan lesbian menjadi kurang menerima kehadiran kaum biseksual dan transgender. Bahkan kaum transgender dituduh terlalu banyak membuat stereotip, sementara biseksual dianggap sebagai gay atau lesbian yang takut untuk mengakui identitas seksualnya.
Kini, setelah mereka menyatu dalam LGBT, mereka menuntut pengakuan dari seluruh dunia, termasuk Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan mengharamkan praktik seksual yang menyimpang.
Data menyebutkan, pernikahan sejenis mulai dilegalkan di Norwegia pada 1993, dan kemudian menyebar ke berbagai negara, sehingga saat ini telah puluhan negara dan negara bagian yang melegalkan pernikahan seperti itu.
Berikut datanya:
- Norwegia (1993)
- Belanda (1996)
- Belgia (2003)
- Spanyol (2005)
- Kanada (2005)
- Afrika Selatan (2005)
- Swedia (2008)
- Portugal (2009)
- Islandia (2010)
- Argentina (2010)
- Uruguay (2010)
- Slandia Baru (2013)
- Perancis (2013)
- Denmark (2013)
- Brzil (2013)
- Inggris dan Wales (2013)
- Skotlandia (2014)
- Luksemburg (2014)
- Finlandia (2014)
- Irlandia (2015)
- Amerika Serikat dan 50 negara bagiannya, antara lain Massachusetts, California, Connecticut, Iowa, Vermont, Washington DC, New Hampshire, New York, dan Meksiko City (2015)
Peran Zionis Internasional
Bintang David, lambang bendera Yahudi. (int) |
Ada kekuatan besar di balik gerakan ini yang mendukung segala upaya untuk melegalkan penyimpangan seksual yang sesungguhnya merupakan penyakit mental. Kekuatan itu bahkan mampu membuat para pastur dan pendeta di Barat tak berkutik, dan membuat gereja "mandul". Meski para pastur, pendeta dan umat Kristen paham benar sejarah Sodom dan Gomora yang tertulis di Kitab Kejadian.
Sodom dan Gomora merupakan tiga dari lima kota besar di Kanaan, sebuah wilayah yang dihuni keturunan Ham, putra Nabi Nuh, yang berada di tepi Sungai Yordan. Kedua kota ini dihancurkan Allah SWT karena penduduknya mempraktekkan LGBT dan tak mau diluruskan oleh Nabi Luth As.
Gerakan LGBT yang saat ini sedang marak bukan kejadian yang serta merta, namun telah dirancang oleh Zionis Internasional dan dijalankan oleh organisasi-organisasi underbownya, antara lain Freemasonry dan Illuminati, sejak ratusan tahun lalu.
Indikasi bahwa gerakan pelegalan penyimpangan seksual ini merupakan hasil kerja organisasi Yahudi itu, dapat dilacak dari 24 Protokol Zionis yang dilahirkan dalam Kongres Zionis I di Basel, Swiss, ada 1897. Dari 24 butir protokol tersebut, ada beberapa yang mengarah ke sana.
Berikut datanya:
Protokol 5; "Hinakan semua tokoh agama non Yahudi di pandangan masyarakat, dan jauhkan masyarakat dari ajaran agama selain Yahudi, serta ciptakan pertikaian antarumat beragama di luar Yahudi".
Protokol 13; "Alihkan pandangan dan sikap hidup masyarakat non Yahudi kepada hiburan dan seni serta olahraga, sehingga mereka tidak bisa lagi berpikir benar tentang agama mereka".
Protokol 14; "Hanya agama Yahudi yang boleh berjaya, sedang selain Yahudi harus dikikis habis dengan berbagai macam cara. Karya tulis apa pun yang mengkritik Yahudi harus dimusnahkan".
Protokol 16; "Menghapus semua kurikulum pendidikan anti Yahudi di negara mana pun, dan menerapkan sistem pendidikan yang menjauhkan bangsa-bangsa dari pendidikan agama mau pun budi pekerti, karena manusia non Yahudi adalah Gentiles atau Ghoyim /Ghoyum yaitu Binatang Ternak yang diciptakan hanya untuk melayani Yahudi".
Protokol 17; "Menjatuhkan popularitas semua tokoh agama non Yahudi, dan mengambil alih pengaruhnya untuk menguasai para pengikutnya buat kepentingan Yahudi".
Indikasi lain bahwa ada Yahudi di belakang gerakan LGBT dapat dilacak dari eksistensi sebuah lembaga penyokong gerakan ini yang berbasis di Chicago, AS. Namanya Rainbow Healthcare Leader Association (RHLA).
Laman resmi organisasi ini, rhla.org menjelaskan, bahwa misi organisasi ini adalah "Enhancing the success of LGBT healthcare executives and promoting high-quality healthcare for LGBT individuals and their families" atau Meningkatkan keberhasilan kesehatan para eksekutif LGBT dan promosi kesehatan tingkat tinggi untuk peribadi-pribadi LGBT dan keluarganya".
Organisasi ini termasuk yang memperjuangkan legalisasi pernikahan sejenis, dan pada 2015 di antara jajaran direkturnya terdapat anggota Freemasonry atau seorang Mason/Masonic. Dia adalah Michael F Sciarabba, seorang administrator di Support Service Operations Advocate Illinois Masonic Medical Centre, Chicago.
“Saat ini hampir semua ajaran agama dirusak dari dalam oleh Illuminati, termasuk Islam, Yahudi, Evangelis, Protestan, the Born-Again Kristen, semuanya di kuasai secara rahasia oleh Freemasonry, dinas rahasia, Ksatria Malta, dan Jesuit. Jadi dialog antar-agama secara murni pun sangat mustahil untuk dilakukan," ujar Leo Zagami, mantan anggota The Comitato Esecutivo Massonico atau Komite Eksekutif Masonic di Monte Carlo yang juga mantan anggota Freemasonry tingkat 33, sekaligus mantan salah satu pimpinan dalam kelompok Loji Setan P2 (Propaganda 2) Freemasonry.
Ia mengungkapkan hal ini dalam situs pribadinya dan hasil wawancaranya juga beredar di YouTube.
"Revolusi seksual pada 1950-1960-an dirancang untuk menghancurkan keluarga dan moralitas dengan membuat seorang heteroseksual menjadi homoseksual," ujar Henry Makow, penemu permainan Scruple yang juga penulis buku "A Long Way to Go For a Date" seperti dikutip dari propagandamatrix.com.
"Seperti yang saya jelaskan di link ini http://www.savethemales.ca/091101.html, Rockefeller telah lama mempromosikan eugenika dan pengendalian populasi. Mereka mandanai laporan palsu Kinsey yang mendorong perilaku homoseksual," imbuhnya.
Dalam tulisan-tulisannya yang lain, ia bahkan berani memastikan bahwa “Hampir semua aktivis pendukung gerakan Gay adalah bagian dari Freemasonry.”
Rockefeller adalah salah satu nama keluarga Yahudi terkaya di dunia selain Rothschid. Keluarga-keluarga inilah yang termasuk berada di belakang Gerakan Zionis Internasional, Freemasonry, Illuminati dan organisasi-organisasi underbow Zionis Internasional yang lain.
Dengan fakta ini, masihkan Anda toleran padfa gerakan LGBT? (berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar