
Dengan uang dan emas, penghapusan dan penguasaan seluruh penguasa pemerintahan negara-negara dunia yang berpengaruh, dapat dilakukan. Buktinya adalah Revolusi di Perancis, Inggris, Rusia, dan Amerika yang membuat negara-negara itu jatuh ke dalam cengkeraman mereka.
Dalam beberapa dekade terakhir, jabatan-jabatan penting di pemerintahan negara paling adidaya saat ini, AS, adalah orang-orang berdarah Yahudi, bahkan merupakan seorang Mason, seperti Bill Clinton (mantan presiden AS), George Bush (mantan presiden AS), George W Bush (mantan presiden AS), Paul Wolfowitz (mantan deputi Menteri Pertahanan), Madelein Albright (mantan Menteri Luar Negeri), dan Ari Fleischer (mantan seketaris pers Gedung Putih).
Dengan uang dan emas, Zionis dapat mengatur semua bidang kehidupan di suatu negera, termasuk di bidang politik perpolitikan. Kejatuhan Presiden Soekarno dan naiknya Soeharto ke tampuk pemerintahan RI pada 1965 yang disebut-sebut berkat campur tangan CIA, juga dimotori Yahudi sebagai pemain di belakang layar.
Banyak fakta dan bukti-bukti yang mengindikasikan bahwa Yahudi pun menjadikan Indonesia menjadi salah satu wilayah pergerakan mereka untuk menguasai dunia. Satu di antaranya adalah, cermati penampilan Ahmad Dhani, pentolan grup band Dewa yang juga pendiri Republik Cinta Management (RCM).
Dhani pernah tampil dengan jenggot yang dikepang, persis jenggot khas kaum Yahudi. Mantan suami penyanyi Maia Estianty itu bahkan mengenakan bandul kalung berbentuk bintang David, simbol Yahudi, dan pada 2006, ketika Dhani dan band Dewa-nya merilis album Laskar Cinta, Dhani membuat umat Islam sangat marah, sehingga Front Pembela Islam (FPI) sempat berniat menggugatnya dengan tuduhan melakukan pelecehan dan penghinaan terhadap agama Islam.
Pasalnya, bersamaan dengan launching album itu, Dhani juga merilis logo baru untuk grup bandnya itu yang berbentuk kaligrafi bertuliskan Allah dalam kerangka bintang bersegi delapan.
Saat konser di Trans TV, Dani dan Dewa-nya menginjak-injak karpet berhiaskan logo itu! Tak heran jika dalam berbagai buku, termasuk buku karangan Herry Nurdi berjudul "Jejak Freemason dan Zionis di Indonesia", Dhani diduga termasuk salah seorang kaki tangan Yahudi di Indonesia.
Dengan uang dan emas pula penghapusan dan penguasaan atas seluruh wilayah pribadi, kekayaan keturunan, jiwa pejuang, ikatan kekeluargaan, dan agama-agama di dunia dapat dilaksanakan.
Saat ini publik mungkin telah banyak yang tahu bahwa International Moneter Fund (IMF) dan World Bank (Bank Dunia) adalah lembaga-lembaga yang dibentuk dan dikelola oleh Yahudi. Dalam buku 'Zionisme : Gerakan Menaklukkan Dunia', ZA Maulani menulis, 51% saham di kedua lembaga ini dimiliki AS, dan dananya diperoleh dari Federal Reserve Bank, bank milik para Mason yang pada 1932 membuat AS bangkrut.
Menurut Joseph Stiglitz, mantan Kepala Tim Ekonomi Bank Dunia, ketika IMF dan Bank Dunia memasuki sebuah negara, lembaga ini mengembangkan program empat langkah, dimana tiga di antaranya adalah; pertama, Program Privatisasi, yakni program yang mengharuskan negara-negara penerima bantuan menjual BUMN-BUMN-nya kepada swasta dengan alasan untuk mendapatkan dana segar secara tunai. Stiglitz lebih suka menyebut program ini sebagai 'program penyuapan', karena ketika program ini diusulkan, IMF/Bank Dunia mengiming-imingi pejabat keuangan di negara penerima bantuan dengan komisi sebesar 10% yang langsung ditransfer ke rekening pribadi mereka di Swiss yang diambil dari nilai penjualan BUMN-BUMN itu.
Kedua, all size-economic solution atau yang akrab disebut Liberalisme Pasar Modal. IMF/Bank Dunia mengatakan, dengan membuka kran investasi selebar-lebarnya, maka modal asing akan mengalir dengan deras dan dapat digunakan untuk mengatasi krisis keungan dan melakukan pembangunan. Padahal kenyataannya, Liberalisme Pasar Modal dapat menguras cadangan devisa negara penerima bantuan karena harus mendatangkan aset melalui impor dari negara-negara yang ditunjuk IMF.
Selain itu, Liberalisme Pasar Modal sebenarnya tak lebih dari ‘proses daur uang panas’, karena dana tunai yang masuk dan biasanya diinvestasikan di bidang real estate dan valuta, akan ditarik lagi oleh pemiliknya jika di negara penerima bantuan terlihat adanya tanda-tanda gejolak yang tidak kondusif dan mengarah pada kerusuhan.
Bila hal ini terjadi, agar investor mau kembali, IMF meminta negara penerima bantuan agar menaikkan suku bunga banknya menjadi 30%, 50%, bahkan 80%, dengan disertai persyaratan untuk men-deregulasi peraturan perbankan dengan memberlakukan kebijakan uang ketat (austerity policies), dan dihentikannya subsidi pada bidang-bidang yang berkaitan dengan kebutuhan sosial-ekonomi negara.
Kedua kebijakan ini berbahaya, karena di negara-negara miskin dan negara berkembang seperti Indonesia misalnya, program pembangunan sebagian besar masih ditanggung negara, sehingga kebijakan uang ketat yang berdampak pada penghentian subsidi terhadap sektor strategis, seperti pangan, BBM, transportasi, pendidikan, dan sebagainya, selalu berujung pada krisis politik. Sementara tingginya suku bunga memukul sektor ril seperti properti, dan mempersulit berjalannya roda perekonomian.
Stiglitz dengan tegas menyatakan, masuknya investasi asing meskipun nampaknya membantu untuk membuka lapangan kerja sebanyak-banyak, namun pada kenyataannya persyaratan yang dikenakan IMF/Bank Dunia dapat membunuh pengusaha lokal karena belum mampu bersaing. Khususnya dalam hal pemasaran. Tak heran jika kemudian banyak pengusaha yang bangkrut dan akhirnya menutup pabriknya.
Ketiga, pricing atau penentuan harga sesuai pasar. Sebuah frasa yang terlalu manis, namun sebenarnya merupakan sebuah program yang diusulkan IMF agar negara penerima bantuan menaikkan harga komoditas strategis, seperti pangan, air bersih, dan BBM. Stiglitz menyebut, program ini merupakan program IMF untuk membuat kerusuhan di negara penerima bantuan, sehingga dia menamai program ini dengan ‘Kerusuhan IMF’.
![]() |
Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. |
Pada 1997, Indonesia terjerumus pada masalah krisis moneter parah akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. IMF masuk dan ketiga program itu dijalankan. Akibatnya, masalah bukan teratasi, namun krisis justru bekembang menjadi krisis multidimensi karena melebar ke masalah sosial dan politik. Bahkan akibat kebijakan pemerintah menghapus subsidi beras dan BBM, kerusuhan hebat meledak pada 1998 yang akhirnya membuat Presiden Soeharto lengser keprabon.
Di Bolivia, gara-gara IMF menyarankan agar pemerintahan negara itu menaikkan tarif air bersih, kerusuhan meledak pada 2001. Sementara di Ekuador, gara-gara Bank Dunia menyarankan agar pemerintahan negara itu menaikkan gas untuk kebutuhan rumah tangga, kerusuhan juga meledak pada 2002. Yang lebih parah dialami Argentina. Gara-gara diperangkap IMF, negara itu mengalami kebangkrutan ekonomi pada 2002 sehingga negara itu mengalami kekacauan politik dan sosial.
Jika ditilik sejak program pertama dijalankan hingga yang ketiga, jelas sekali kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di negara penerima bantuan memang telah direncanakan sejak awal. Tak lama setelah kerusuhan meledak di Ekuador, BBC dan The Observer mendapat bocoran sejumlah dokumen dari kalangan dalam Bank Dunia yang bercap ‘Confidential’, ‘Resticted’, dan ‘Not to be Disclosed’.
Di antara dokumen-dokumen itu ada yang disebut ‘Interim Country Assistance Strategy’ (Strategi Bantuan Sementara) untuk Ekuador. Dalam dokumen itu, Bank Dunia berkali-kali menjelaskan bahwa lembaga itu berharap rencana mereka di Ekuador dapat menyalakan ‘Kerusuhan Sosial’. Rencana dimaksud adalah membuat kejatuhan nilai mata uang Ekuador terhadap dolar sehingga 51% penduduk Ekuador hidup di bawah garis kemiskinan.
Apa yang dilakukan IMF dan World Bank ini sejalan dengan butir ke-6 Protocol of Zion yang berbunyi ; “Bagi kita yang hendak menaklukkan dunia secara finansial, kita harus tetap menjaga kerahasiaan. Suatu saat, kekuatan Konspirasi akan mencapai tingkat dimana tidak ada kekuatan lain yang berani untuk menghalangi atau menghancurkannya. Setiap kecerobohan dari dalam, akan merusak program besar yang telah ditulis berabad-abad oleh para pendeta Yahudi”. Butir ini juga yang digunakan untuk mengobarkan Revolusi Inggris, Perancis, Rusia, dan Amerika.
Juga sesuai dengan butir 14 yang berbunyi ; “Setelah Konspirasi berhasil merebut kekuasaan, maka pemerintahan yang dibentuk harus membasmi rezim lama yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya semua kekacauan ini. Hal tersebut akan menjadikan rakyat begitu percaya kepada Konspirasi, bahwa pemerintahan yang baru adalah pelindung dan pahlawan di mata mereka”.
Ini persis dengan yang juga terjadi di Indonesia setelah tumbangnya rezim Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto.
Sejak Soeharto menjadi presiden pada 1967, Soeharto ‘dielus’ AS dan negara-negara sekutu Yahudi lainnya, sehingga mampu berkuasa selama 32 tahun secara otoriter. Selama itu, negara dan pengusaha diguyur utang yang luar biasa banyak dari berbagai lembaga keuangan dunia, termasuk World Bank dan IMF. Kemudian spekulan George Soros yang Yahudi menciptakan krisis moneter dunia yang berimbas langsung ke Indonesia dan membuat nilai rupiah terpuruk dari Rp.2.500/dolar menjadi sempat menembus angka Rp.13.000/dolar.
Akibatnya, keuangan negara kolaps dan perusahaan-perusahaan besar bangkrut karena tak mampu membayar utang yang jatuh tempo. IMF pun masuk dengan paket bantuan yang justru membuat Indonesia kian terpuruk. Bahkan cara pemulihan yang disarankan IMF, membuat Indonesia terjerumus pada kerusuhan besar pada 1998 yang berbuntut lengsernya Presiden Soeharto.
Setelah Orde Baru tumbang, muncul istilah baru, yakni era 'reformasi' dan masyarakat larut dalam euphoria sehingga menuntut mantan Presiden Soeharto diadili.
Sekarang terbukti, reformasi tidak membuat negara ini menjadi lebih baik, karena sejak Soeharto berkuasa, Kospirasi Yahudi Internasional dengan gerakan Zionisnya telah berproses untuk menguasai negara ini secara diam-diam dan terselubung, dan mereka berhasil. Setidaknya, ini terbukti dengan banyaknya anak bangsa yang menjadi agen IMF (baca; Yahudi). Satu di antaranya mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Tak heran ketika kasus Century sedang heboh-hebohnya, Sri Mulyani ditarik IMF ke kantor pusatnya di Washington dan Presiden SBY mengizinkan, karena penarikan itu merupakan upaya IMF untuk menyelamatkan agen-agennya dari kesulitan yang menjerat.
Apa yang terjadi di Mesir dan Tunisia pun tak jauh berbeda, karena butir ke-7 Protocol of Zion berbunyi; “Simpati rakyat harus diambil agar mereka dapat dimanfaatkan untuk kepentingan Konspirasi. Massa rakyat adalah buta dan mudah dipengaruhi. Penguasa tidak akan bisa menggiring rakyat kecuali ia berlaku sebagai diktator. Inilah satu-satunya jalan”.
Bahkan butir pertama Protocol of Zion berbunyi ; “Manusia itu lebih banyak cenderung pada kejahatan dibanding kebaikan. Sebab itu, Konspirasi harus mewujudkan ‘hasrat alami’ manusia ini. Hal ini akan diterapkan pada sistem pemerintahan dan kekuasaan. Bukankah pada masa dahulu manusia tunduk kepada penguasa tanpa pernah mengeluarkan kritik atau pembangkangan? Undang-undang hanyalah alat untuk membatasi rakyat, bukan untuk penguasa”.
Karenanya tak heran, seperti juga Soeharto, selama puluhan tahun AS dengan Yahudi di belakangnya, mengelus Presiden Zine al-Abidine Ben Ali dan Hosni Mubarak sehingga dapat berkuasa selama 23 dan 30 tahun dengan pola tangan besi alias diktator. Ketika Konspirasi akhirnya memutuskan untuk mengambil alih negara itu, maka rakyat kedua negara itu diprovokasi untuk bangkit dengan mengusung slogan ‘reformasi’. Maka tergulinglah kedua presiden itu pada 14 Januari dan 11 Februari 2011.
Setelah kedua presiden itu terguling, AS, Swiss dan negara-negara Eropa lain membekukan asset milik kedua presiden itu, plus keluarganya, dan kini rakyat keduanya pun menuntut agar mereka diadili atas kejahatannya selama berkuasa secara otoriter.
Seperti yang terjadi pada Indonesia, setelah Ben Ali dan Mubarak terguling, Konspirasi akan melaksanakan butir Protocol Zionis yang ke-12 yang berbunyi ; “Pemerintahan bentukan Konspirasi harus diisi dengan orang-orang yang tunduk pada keinginan Konspirasi. Tidak bisa lain”.
Maka tak heran, menjelang detik-detik kejatuhan Mubarak, AS mengusung Wakil Presiden Mesir Omar Suleiman untuk menjadi presiden Mesir yang baru. (Bersambung …)
0 komentar:
Posting Komentar